Hiteen.id – Seperti kota-kota lainnya, Bandung juga miliki rangkaian cerita bersejarah mengenai perjuangan bangsa. Termasuk, sejarah berdirinya Masjid Cipaganti yang juga menyimpan cerita perjuangan. Bagi kalian pecinta destinasi sejarah, maka Masjid Cipaganti wajib ada di bucket list saat ke kota Pasundan.
Berdiri sejak 1933, tepatnya pada 11 syawal 1351 H, atau bertepatan dengan 7 Februari 1933. Ternyata masjid ini menyimpan banyak cerita.
Awal berdirinya, ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Raden Tumenggung Hasan Soemadipraja, yang merupakan Inohong Bandung Asta Kanjeng Bupati Bandung. erita.
Awalnya, masjid ini bernama Masjid Kaum Cipaganti, dan merupakan masjid pertama yang didirikan di kawasan Bandung Utara, yang pada jaman dahulu merupakan kawasan kaum elite bangsa Eropa dan para bangsawan. Meski tua, tapi kokoh. Itulah penampakan Masjid Cipaganti kini.
Masjid ini tepatnya terletak di Jl. Cipaganti No. 85 Pasteur, Bandung. Seperti diketahui, jalan tersebut merupakan salah satu jalan penghubung antara Kota Bandung dan Lembang, Kab. Bandung Barat.
Masjid Cipaganti merupakan saksi bisu sejarah perjuangan kemerdekaan, karena nyatanya menurut banyak sumber, masjid ini pernah menjadi tempat persembunyian tentara Pembela Tanah Air (PETA) pada sekitar 1950-an.
Tak cukup sampai disana, bahkan Presiden Indonesia no. 1 menjadikan tempat ini sebagai masjid untuk ia melakukan ibadah solat dan berdiskusi perihal menyiapkan kemerdekaan dengan beragam tokoh masyakarat saat ia melancong ke Bandung.
Miliki perpaduan arsitektur Eropa, Timur Tengah, dan tradisional jawa, karena dirancang oleh arsitek Belanda, yakni CP Wolf Schoemake, dan menjadi satu-satunya masjid di Bandung yang dirancang oleh orang Eropa. Karena itu pulalah, masjid ini sering disambangi oleh berbagai wisatawan mancanegara.
Arsitektur jawa dapat ditemukan pada masjid ini melalui bagian atap masjid yang membentuk limasan tumpang dua, serta adanya susunan kayu yang menyerupai soko, dengan dilengkapi kouda-kuda yang sangat kental akan budaya Barat. Sementara aksen Timur Tengah dapat ditemukan dari Arkus Utama yang berada di pintu masuk masjid dengan tulisan kaligrafi warna emas.
Selain menikmati nuansa arsitekturnya, keberadaan masjid juga menjadi pusat ibadah yang menyelenggarakan berbagai macam pelayanan ibadah bagi masyarakat. Diantaranya, penyelenggaraan ibadah sholat 5 waktu, mengadakan berbagai kajian, dan pembinaan jama’ah setiap waktu Dzuhur dan Maghrib, pemberdayaan perempuan, dan pelayanan sosial lainnya yang bermanfaat untuk umat.